Malaysia tak berdaya tanpa inggris dan australia.
Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar
Negeri Indonesia Soebandrio
mengumumkan bahwa Indonesia
mengambil sikap bermusuhan
terhadap Malaysia. Pada 12 April,
sukarelawan Indonesia (sepertinya
pasukan militer tidak resmi) mulai
memasuki Sarawak dan Sabah
untuk menyebar propaganda dan
melaksanakan penyerangan dan
sabotase. Tanggal 3 Mei 1963 di
sebuah rapat raksasa yang digelar
di Jakarta, Presiden Sukarno
mengumumkan perintah Dwi
Komando Rakyat (Dwikora) yang
isinya: Pertinggi ketahanan
revolusi Indonesia, Bantu
perjuangan revolusioner rakyat
Malaya, Singapura, Sarawak dan
Sabah, untuk menghancurkan
Malaysia
Di bulan Agustus, enam belas agen
bersenjata Indonesia ditangkap di
Johor. Aktivitas Angkatan
Bersenjata Indonesia di
perbatasan juga meningkat.
Tentera Laut Di Raja Malaysia
mengerahkan pasukannya untuk
mempertahankan Malaysia.
Tentara
Malaysia hanya sedikit saja yang
diturunkan dan harus bergantung
pada pos perbatasan dan
pengawasan unit komando. Misi
utama mereka adalah untuk
mencegah masuknya pasukan
Indonesia ke Malaysia. Sebagian
besar pihak yang terlibat konflik
senjata dengan Indonesia adalah
Inggris dan Australia, terutama
pasukan khusus mereka yaitu
Special Air Service(SAS). Tercatat
sekitar 2000 pasukan Indonesia
tewas dan 200 pasukan Inggris/
Australia (SAS) juga tewas setelah
bertempur di belantara kalimantan
(Majalah Angkasa Edisi 2006).
Pada 17 Agustus pasukan terjun
payung mendarat di pantai barat
daya Johor dan mencoba
membentuk pasukan gerilya. Pada
2 September 1964 pasukan terjun
payung didaratkan di Labis, Johor.
Pada 29 Oktober, 52 tentara
mendarat di Pontian di perbatasan
Johor-Malaka dan membunuh
pasukan Resimen Askar Melayu
DiRaja dan Selandia Baru dan
menumpas juga Pasukan Gerak
Umum Kepolisian Kerajaan
Malaysia di Batu 20, Muar, Johor.
Ketika PBB menerima Malaysia
sebagai anggota tidak tetap.
Sukarno menarik Indonesia dari
PBB pada tanggal 20 Januari 1965.
Pada pertengahan 1965, Indonesia
mulai menggunakan pasukan
resminya.
Pada 28 Juni, mereka
menyeberangi perbatasan masuk
ke timur Pulau Sebatik dekat
Tawau, Sabah dan berhadapan
dengan Resimen Askar Melayu Di
Raja dan Kepolisian North Borneo
Armed Constabulary.
Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia
yang berkekuatan kurang lebih
5000 orang melabrak pangkalan
Angkatan Laut Malaysia di
Semporna. Serangan dan
pengepungan terus dilakukan
hingga 8 September namun gagal.
Peristiwa ini dikenal dengan
"Pengepungan 68 Hari" oleh
warga Malaysia. Menjelang akhir
1965, Jendral Soeharto memegang
kekuasaan di Indonesia setelah
berlangsungnya G30S. Oleh karena
konflik domestik ini, keinginan
Indonesia untuk meneruskan
perang dengan Malaysia menjadi
berkurang dan peperangan pun
mereda.
Pada 28 Mei 1966 di sebuah
konferensi di Bangkok, Kerajaan
Malaysia dan pemerintah
Indonesia mengumumkan
penyelesaian konflik. Kekerasan
berakhir bulan Juni, dan perjanjian
perdamaian ditandatangani pada
11 Agustus dan diresmikan dua
hari kemudian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar